Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ini adalah pengalaman saya melewati masa kemarau ketika saya masih duduk di bangku sekolah. Yaitu ketika saya masih duduk di bangku SMP. Kejadian tersebut memang sudah berlalu tepatnya 11 tahun yang lalu. Namun kenangan di masa kemarau di masa itu masih saya ingat jelas hingga sekarang. Saya sekolah di SMP yang letaknya lumayan jauh dari rumah. Meski sekolah saya masih satu desa namun butuh waktu 30 menit dengan jalan kaki untuk sampai di sekolah tersebut. Kebetulan tidak ada angkutan umum atau kendaraan umum yang bisa saya tumpangi karena memang letak desa saya lumayan terpencil. Jadi mau tidak mau saya dan teman-teman saya pun harus menempuh jarak dari ruamh ke sekolah dengan berjalan kaki. Setiap hari saya harus bangun lebih pagi karena saya harus berangkat lebih awal. Biasanya saya berangkat pukul dan sampai di sekolah pukul Jadi ada waktu 15 menit untuk menunggu bel masuk sambil beristirahat di kelas. Jarak yang lumayan jauh tersebut, tidak membaut saya dan teman-teman saya malas untuk pergi sekolah. Bahkan ketika musim hujan sekalipun saya dan teman saya tetap berangkat ke sekolah. Meski sampai di sekolah dengan seragam yang basah kuyup dan badan menggigil karena kedinginan. Namun saya tetap menjalaninya dengan semangat hingga bisa lulus. Udara yang panas dan sinar matahari yang menyengat terkalahkan dengan angin sepoii-sepoi dan pepohonan yang ada di sekitar persawahan. Panas yang terik pun tidak terasa. Perjalanan tiga puluh menit itu pun tidak terasa begitu berat. Karena kami melaluinya sambil banyak berjalan kaki kami banyak bercerita tentang kejadian yang ada di sekolah hari itu. Kebetulan saya dan teman saya beda kelas, jadi kami pun bercerita mengenai kejadian yang ada di kelas masing-masing. 1 2 3 4 Lihat Diary Selengkapnya
Saatmusim penghujan di mana air melimpah, banyak yang mengacuhkan hal tersebut kata Presiden Joko Widodo.
Jawabanpada saat musim kemarau di daerah ku sngt pns dan kekurangan air daun daun banyak yg kering dan hancur banyak sekali debu yg lewat terbawa angin eh ngilang tiba tiba ni org knp emg mau liat ya gue jamet atau bukan JawabanYang terjadi di daerah saya saat musim kemarau adalah cuaca yang sangat panas, kekeringan air, wisatawan banyak berdatangan untuk menikmati panasnya matahari. Dikarenakan daerah saya seringkali orang-orang membuka lahan baru, maka saat membuka lahan pada musim kemarau, banyak terjadi kebakaran di hutan-hutan.Berikutini 10 hal yang bisa dilakukan saat menghadapi musim kemarau. 10 Hal yang Bisa Kita Lakukan Saat Musim Kemarau Tiba . 15 September 2017 20:50 Diperbarui: 2 September 2021 06:34 24840 20 12 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto Akibat musim kemarau panjang, sejumlah sungai dan lahan pertanian di Gowa mengalami kekeringan.(FOTO
3 Tanda Musim Kemarau Telah Tiba – Akhir-akhir ini group-group facebook komunitas petani, banyak sekali anggota yang melaporkan bahwa di daerahnya masih turun hujan. Bulan mei masih hujan, artinya apa? Belum kemarau…! Tak seperti dulu, akhir-akhir ini perubahan musim sulit diprediksi. Bahkan dari BMKG pun sepertinya kesulitan untuk membuat prediksi yang tepat soal awal musim kemarau. Ya tentu saja cuman Tuhan yang tau pasti…! Seperti yang kita tahu, di lapangan banyak petani yang bingung untuk mulai menentukan jadwal tanam. Umumnya petani di lahan beririgasi teknis atau petani horti di dataran tinggi mulai tanam di penghujung musim hujan untuk ketersediaan air di fase pertumbuhan. Jadi, masalahnya adalah bagaimana mendeteksi sudah masuk musim kemarau apa belum dengan cara yang mudah..? Baca juga Masuk Musim Kemarau, Waspada Ledakan Virus…! Sekedar untuk menambah pengetahuan, setidaknya ada 3 tanda musim kemarau telah tiba versi 1. Pohon Randu Kapuk Berbunga Salah satu tanda musim kemarau, pohon randu berbunga. Image source Mendeteksi masuk musim kemarau dengan pohon randu kapuk caranya cukup mudah, yakni cukup melihat tanaman randu apakah sudah berbunga atau belum. Pohon randu berbunga bisa kita jumpai di awal masuk musim kemarau. Nantinya buah randu akan pecah saat menjelang musim hujan, nampak beterbangan kesana kemari terbawa angin. 2. Munculnya Suara Garengpung Suara keras Garengpung tanda masuk kemarau. Garengpung atau Cicadas, ada yang pernah tau hewan ini? Garengpung ini mirip lalat tapi ukurannya jauh lebih besar panjang 4-5 cm. Dia mudah ditemukan di pepohonan besar dan tinggi seperti di pepohonan bambu. Mengapa Garengpung bisa dijadikan penanda awal musim kemarau? Ini ada kaitannya dengan kemunculan Garengpung yang hanya muncul pada bulan April sampai Mei, di mana pada saat itu musin hujan sudah berakhir. Pada bulan-bulan tersebut, Garengpung bersuara keras dari waktu pagi hari hingga siang hari. Suara keras Garengpung muncul akibat gesekan kedua sayapnya. 3. Cuaca Dingin Saat Malam Hari Cuaca panas terik di siang hari tanda masuk kemarau. Image source Selain melalui tanda dari hewan dan tumbuhan, juga dilihat dari suhu harian. Pada musim kemarau, cuaca pada malam hari berubah jadi sangat dingin. Dinginnya suhu malam hari seringkali disertai hembusan angin yang berhawa dingin pula. Bagaimana dengan suhu siang hari? Tentu saja sangat panas dan terik. Tubuh akan mudah berkeringat. Serangan dehidrasi tubuh kekurangan cairan meningkat, cegah dengan konsumsi air putih yang cukup agar tubuh tetap segar dan sehat beraktivitas. Penutup….. Nah, sobat BT itulah 3 tanda bahwa musim kemarau telah tiba versi Jika salahsatu tanda-tanda alam tersebut sudah anda temui, pertanda anda akan memasuki musim kemarau. Summer is coming…! Kebetulan saat saya menulis artikel ini, tanda nomor 2 sudah saya rasakan dan nomor 3 sudah saya temui. Tanda nomor 2, kemunculan Garengpung saya temui di pepohonan bambu sekitaran jam 9 pagi. Anda punya pengalaman lain sobat BT? Bisa anda tuliskan di kolom komentar, bagaimana pengalaman anda mendeteksi awal musim kemarau. Jadi, sampai disini dulu ya bahasan singkat 3 tanda bahwa musim kemarau telah tiba. Semoga artikel singkat ini bermanfaat ya, jangan lupa bagikan ke saudara, sahabat atau teman anda yang lain. Sekian terimakasih^^ Related postsEl Nino Sudah Datang, Begini Tips Petani Hadapi El NinoInilah Perbedaan Agribisnis, Agroindustri dan AgroteknologiBisnis Sayuran Organik, Apakah Masih Menjanjikan ?7 Cara Mendapatkan Modal Usahatani atau Bisnis PertanianMau Ikut Kemitraan Agribisnis ? Pahami Dulu Kontrak Bisnis Pertaniannya !Pemasaran Agribisnis Begini Cara dan Strateginya !Ceritakanpengalamanmu saat musim kemarau tiba! - 50743483 jeverasalsabilla16 jeverasalsabilla16 13 menit yang lalu B. Indonesia Sekolah Dasar terjawab Ceritakan pengalamanmu saat musim kemarau tiba! Tolong kak plisssssss dibantu ~No ngasal ~No bahasa alien dijawab ya kak 2 Lihat jawaban Iklan
Demi Tuhan, kalau memang punya pilihan, lebih baik aku disuruh menawar calon karyawan dengan rentetan pengalaman bonafide bergaji dua digit agar mau bergabung di perusahaan baru. Sealot-alotnya takkan menyebabkan diriku berakhir di neraka kalau beradu urat leher dengannya. Tetapi ini berbeda. Aku berhadapan dengan papaku sendiri. Lelaki yang setapuk surgaku ada pada restunya itu.”Apa yang Papa takutkan sebenarnya?” kejarku hampir hilang sabar. ”Bertemu dengan Mama?”Papa membuang pandang ke halaman belakang yang sebagian tertutup beton bertulang milik tetangga. Sejurus kemudian ia memberi gelengan samar sebelum bersuara.”Sejujurnya lebih mudah mengaku kalah sesudah bertarung dengan orang lain daripada mengakui tak punya keberanian untuk berhadapan dengan rasa bersalahku sendiri.”Ia menutup percakapan dengan beranjak dari kursi rotan tanpa memberiku kesempatan menyanggahnya lagi. Sebuah sikap yang sungguh kurutuki meski dalam sanubari sebab pernah membuatku kesulitan percaya masih ada laki-laki bertanggung jawab di muka bumi ini. Alasan mengapa Handaru harus berupaya demikian keras hingga aku berani menganggukan kepala atas pintanya untuk membangun kehidupan rumah tangga. Sesuatu yang nyaris tak pernah kuimpikan setelah menyaksikan biduk orangtuaku karam di meja pengadilan.***Handaru memejamkan mata begitu mendapati gelengan kepala dari pengelola sebuah gedung bergaya kolonial. Ini hari terakhirnya cuti sebelum bertolak menuju anjungan lepas pantai. Dua minggu cuti untuk persiapan pernikahan yang tak semulus bayangan, aku paham ia mulai gedung terakhir di kota kami. Gedung Juang namanya. Bangunannya mudah mencuri perhatian sebab di halaman berdiri replika pesawat dengan kiri dan kanan diapit meriam serta jangkar raksa. Menarik sekaligus menyulitkan karena halaman parkir menjadi sangat yang membuatku dan Handaru berpikir dua kali sebelum memasukkan gedung ini dalam daftar lokasi pernikahan kami. Tetapi ternyata ragu kami disambut kenyataan Gedung Juang sudah telanjur disewa orang. Juga gedung lain yang lebih dulu kami datangi tadi.”Rumah Masa Senang sudah laku?” tanya Handaru sebelum kami meninggalkan Gedung Juang.”Belum,” sahutku sembari mengenang rumah masa kecil yang dibangun Papa dan Mama saat batubara masih berjaya. Berlokasi di Jalan Masa Senang yang dulu dekat dengan bioskop pertama. Rumah bergaya retro berbahan papan dengan tegel bercorak khas.”Kalau kita bangun tenda di halaman sepertinya masih cukup menampung tiga ratus tamu undangan,” cetus Handaru membuat pupil mataku melebar seketika.”Jangan. Aku sengaja memilih gedung supaya menghindari kerumitan memilih acara di tempat Mama atau Papa. Aku takut ada perasaan memihak salah satu.””Rumah Masa Senang justru pilihan paling adil. Karena rumah itu milik keduanya yang kita pakai untuk mengucap janji pernikahan. Siapa tahu Papa bisa luluh?”Aku menimbang ide Handaru dengan gamang. Belum final keputusanku, dering ponsel lebih dulu menjeda. Nama Papa tertera di sana.”Pamanmu cerita belum terima undangan.” Papa menyebut nama adik bungsunya.”Undangannya memang belum disebar, Pa.””Desainnya belum selesai?””Secara desain tinggal dicetak sebenarnya, tapi lokasi acara yang belum dapat.”Papa tidak memberi tanggapan, tetapi juga tidak mematikan telepon. Aku tidak berani menyudahi, khawatir ia salah paham.”Pa, boleh pinjam kunci Rumah Masa Senang?”Handaru tersenyum. Papa meminta diambil sendiri ke rumah mendiang Nenek yang ia tempati selepas perpisahan dengan Mama. Angin musim kemarau agak lebih sejuk hari ini. Meski aku tak tahu apakah siutnya bisa meluluhkan hati yang beku oleh bekap rasa bersalah menahun.***Papa meminta kemudi begitu selesai mengunci pagar. Pantang sekali ia disetiri. Suka tidak suka aku beralih duduk ke sebelah kiri, membiarkan ia memimpin perjalanan kami menuju Rumah Masa Senang akan ditempuh dalam empat jam. Cukup untuk tidur nyenyak jika Papa tidak minta ditemani berbincang untuk menghindari yang sebelumnya hanya menitip kunci mendadak memutuskan untuk ikut. Aku sudah mengikat tali sepatu ketika Papa bilang tidak tega kalau aku membersihkan karena Handaru sudah on site di rig. Alasan yang meragukan tapi kuiyakan.”Kamu tidak ingin tahu mobil di depan kita asalnya dari mana?” Papa memulai menggelengkan kepala. Daripada mencari tahu asal kendaraan dari kode belakang pelatnya seperti masa kecil dulu, ada yang lebih mengusik rasa penasaranku.”Pa,” panggilku. ”Apa yang dicari laki-laki dari perempuan dalam pernikahan?””Setidaknya ada empat.””Apa saja?””Kalau pernikahan itu baru seumur rumput tumbuh di pematang, maka yang dicari laki-laki adalah kesenangan pandangan.””Misalnya?””Misalnya Mama yang mengenakan lingerie ketika Papa cuti.”Aku tertawa mengenang betapa polosnya dulu ketika bertanya mengapa Mama mengenakan pakaian tipis padahal sedang hujan. Mama belum menjawab apa-apa saat Papa tiba dengan raut cerahnya.”Kedua, disenangkan perutnya. Karena laki-laki yang lapar akan lebih banyak di luar.”Mama pandai memasak. Setiap racikannya selalu enak. Bahkan sekadar pucuk daun singkong yang direbus bersama kacang panjang dan pepaya muda. Papa bisa menghabiskan dua setengah piring nasi. Mungkin ini alasan ketika cuti Papa lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Menemaniku bermain apa saja. Perutnya sudah kenyang dan senang.”Ketiga, dihargai apa yang ia upayakan.”Aku mengangguk. Mama dan Papa tak pernah bertengkar urusan uang. Mama yang sering menyusun lembaran uang di dalam dompet Papa agar terlihat lebih rapi tanpa pernah mengambil sebelum gegas menyalip kendaraan raksasa di depan kami begitu ada celah yang memadai. Aku menunggu ia melanjutkan cerita. Tetapi hingga lewat batas kota suaranya belum juga kembali terbuka.”Lalu yang keempat apa, Pa?” ulikku tak sabar.”Keempat....” Kalimatnya menggantung sesaat. ”Keempat, diperlakukan dengan hormat.”Aku meneguk ludah dengan kentara sebelum kemudian bersuara. ”Dan Papa tidak mendapatkan itu dari Mama sehingga mencari dari perempuan lain?”Papa meluruskan pandang. Bahunya berubah tegang. Ia menggenggam setir lebih erat.”Mamamu tidak salah,” sahut Papa dengan tatapan nanar. ”Papa yang terlalu pecundang untuk mengakui bahwa ia memang lebih hebat. Padahal tidak sekalipun Mama pernah mengerdilkan Papa. Semuanya sebatas asumsi untuk membenarkan diri mencari perempuan yang bergantung pada Papa itu tidak salah.””Papa pernah bilang ke Mama?”Papa menggeleng. ”Ego Papa sudah luka sewaktu Mama mendapat promosi. Sebenarnya Papa yang tidak siap kalau pendidikan dan karier istri lebih tinggi.”Aku menutup mata. Mencerna kata demi kata yang baru terungkap setelah sembilan tahun perpisahan Papa dan Mama.”Sejatinya, sebelum laki-laki menuntut empat hal tadi pada istri, ia mesti lebih dulu paham bahwa sepasang bukan berarti senantiasa bersesuaian. Karena itu perlu kesediaan untuk saling bergerak ke titik tengah agar bisa menenteramkan.”Papa menutup percakapan. Mobil masuk ke halaman Rumah Masa Senang. Mama telah menunggu dengan pel dan sapu. Kali pertama aku menyaksikan keduanya kembali berhadapan selain momen wisuda dulu.***Malam telah menuju dini hari ketika aku terbangun dari tidur oleh rasa dahaga. Melelahkan juga membersihkan rumah seukuran sepuluh kali empat belas meter persegi ini. Petang setelah lantai bebas debu kami memutuskan menginap saja. Ada tiga kamar di sini. Aku dan Mama di kamar utama. Papa di kamar nomor sisi kanan ranjang. Tak ada Mama. Mungkin Mama di dapur, terletak bersebelahan dengan kamar mandi dan WC. Dekat ruang makan yang menghadap teras samping. Dulu Papa dan Mama sering menghabiskan waktu berdua di sana. Sekadar menyesap kopi dan sukun sedikit terkesiap. Lampu kamar Papa menyala. Pintunya sedikit terbuka. Samar kulihat tak ada orang di sana. Sudut hatiku menelisik. Tiba di dapur aku mendengar sayup-sayup suara Mama. Kubatalkan niat mengambil minum dari dispenser yang baru kami isi galonnya sore tadi.”Kalau menuruti hati, saya juga tidak lebih pantas menghadiri pernikahan Kaldera nanti. Karena saya juga mencederai pernikahan ini dengan menghadirkan laki-laki lain.””Kamu begitu kan karena saya juga tidak bisa memenuhi apa yang dipinta perempuan dalam pernikahan. Padahal hanya dua. Sandar dan dengar. Saya tidak pernah ada ketika bahumu kelelahan menahan beban kantor. Saya terlalu kaku, sehingga menganggap remeh pertanyaan kamu sudah makan atau belum, sedang apa, bagaimana sampai-sampai kamu harus mencari perhatian itu dari laki-laki lain.””Apa pun alasannya, pengkhianatan dalam pernikahan tidak bisa dibenarkan, Kak. Termasuk yang saya lakukan pada Kak Harun,” lirih Mama dengan suara parau. ”Cukup sekali kita mengkhianati janji, jangan diulang dengan mengingkari untuk tetap menjadi orangtua yang utuh bagi Kaldera. Terutama pada hari pernikahannya.””Apa yang mesti saya sampaikan sebagai nasihat pernikahan kalau berhadir di meja akad?” Papa terdengar putus asa.”Doa. Itu lebih dari cukup agar mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan kita.”Hening sesaat. Derik hewan malam mengisi lintasan percakapan mereka. Aku menunggu agak lama. Papa yang kemudian bersuara mendahului Mama.”Terima kasih sudah meyakinkan saya.””Terima kasih sudah memaafkan semuanya.”Miranda Seftiana, lahir di Hulu Sungai Selatan. Merampungkan pendidikan di Psikologi Fakultas Kedokteran Unlam. Novel Jendela Seribu Sungai 2018 yang digarap bersama produser Avesina Soebli akan segera diadaptasi ke film. Karya lainnya berjudul Lalu Tenggelam di Ujung Matamu 2019 mendapat apresiasi hangat dari berbagai pihak. Cerpen Miranda turut terhimpun dalam buku kumpulan cerpen pilihan Kompas 2015, 2017, dan Agung Gede Darmayuda, lahir di Silakarang, 20 Juni 1977. Lulusan STSI Denpasar. Beberapa kali pameran bersama, antara lain di Bentara Budaya Bali, Bentara Budaya Yogyakarta, Bentara Budaya Jakarta, dan Tony Raka Gallery. Pameran tunggal Sign di Arma, Ubud. Beberapa kali mendapat penghargaan di bidang seni.
IAkTqNG.